• Home
  • Kontak
  • Tentang
  • Windows
  • Mac
  • Linux
  • Android
  • Symbian
  • Sitemap
  • Privacy Policy
  • .

    Sahabat Yang Baik

    Posted by Unknown Posted on 19.31 with No comments


    Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Siapakah sahabat yang paling baik bagi kami? Jawab Rasul, “Seseorang yang bila kamu memandangnya akan teringat pada Allah, bila kamu mendengar ucapannya pengetahuanmu bertambah dan bila kamu melihat kelakuannya, kamu akan teringat pada hari akhirat”. (At-Targhib).

    Sabda Rasulullah Saw di atas menunjukkan bahwa pergaulan sangatlah berpengaruh dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Menurut Syeikh Abu Madyan, “Barang siapa berkumpul dengan para ahli dzikir, maka ia akan tersadar dari kelalaiannya. Dan barang siapa melayani para shalihin, maka akan terangkat derajatnya dengan sebab khidmahnya”.

    Dalam bergaul, seseorang harus mampu membedakan baik buruknya, karena pergaulan sangat berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku seseorang. Pepatah mengatakan, “Jangan tanyakan bagaimana sikapnya, tapi lihatlah dengan siapa dia bergaul”.

    Dalam bergaul dengan teman sekitar kita harus mampu memberi motivasi kepada teman dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, atau sebaliknya kita harus sering bergaul dengan orang-orang yang mampu menggiring kita kejalan yang amar ma’ruf nahi munkar, karena itu lebih baik dari pada terlena dengan bujukan kesenangan dunia yang sementara ini.

    Rasulullah Saw bersabda :
    “Yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah lemahnya keyakinan, yang diakibatkan melihat orang-orang yang lupa diri dan bergaul dengan orang-orang yang malas beribadah dan keras hatinya”.

    Jika kita melihat realita yang terjadi hari ini, apa yang dikhawatirkan oleh Baginda Rasulullah Saw telah banyak terjadi kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu manfaatkan waktu singgahan yang hanya sementara diberikan oleh Allah Swt kepada kita selama hidup di dunia ini. Perbanyaklah bergaul dengan orang-orang yang mampu mengajak kita ke jalan yang diridhai oleh Allah Swt, teman yang mampu memberikan pengetahuan kepada kita tentang akhirat sehingga keselamatan menyertai kita.

    Referensi :
    Cinta Salawat di Jalan Allah. Atjeh:



    Dipo
    Selanjutnya »
    Share To :
    FACEBOOK DIGG TWITTER GOOGLE+ LINTASKAN STUMBLEUPON

    Nama Para Ulama Atjeh

    Posted by Unknown Posted on 19.22 with No comments

    Berkembangnya ilmu pengetahuan di Aceh pada masa terdahulu tidak terlepas dari peran ulama. Mereka berperan penting dalam mensosialisasikan pentingnya ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Menurut mereka menuntut ilmu merupakan yang harus menjadi perhatian serius semua pihak. Untuk memotivasi masyarakat untuk itu mereka menyertai pesannya dengan hadits Nabi SAW, sehingga menuntut ilmu dalam masyarakat Aceh dilandasi oleh semangat mencari pahala dan beribadah, di samping itu partisipasi masyarakat luas dalam pengembangan pendidikan agama juga sangat besar.

    Partisipasi itu bisa sebatas memberi dukungan baik moril maupun materi kepada orang yang menuntut ilmu, malah dengan menghadiri majelis ilmu saja sudah mendapat apresiasi dengan adanya janji pahala yang sangat besar dari Allah SWT.

    Hal itu dapat dijumpai dalam beberapa kitab yang ditulis oleh ulama Aceh, salah satunya kitab Syifaul Qulubyang ditulis oleh Arif Billah Syeikh Abdullah, yang merupakan salah satu kitab yang terhimpun dalam kitabJam’u al-jawamik. Kitab yang berisi 400 hadits itu menempatkan bab keutamaan ilmu dan ulama pada bagian pertama.

    Ini menunjukkan seriusnya Syekh Abdullah dalam memandang pentingnya ilmu pengetahuan bagi masyarakat Aceh.

    Kitab yang umumnya dibaca oleh murid pemula itu telah berdampak luas dalam masyarakat Aceh sehingga terbangunnya struktur masyarakat adat yang mengharuskan anak-anak untuk belajar agama dengan meunasah sebagai sentralnya.

    Sementara bagi yang ingin meningkatkan ilmunya akan pergi ke dayah-dayah dengan sistem meudagang(mondok) hingga bertahun-tahun lamanya.

    Dalam kurun waktu yang sangat lama Aceh menjadi pusat kajian Islam di nusantara berkat semangat keagamaan tersebut, sehingga ada adagium yang berkembang seolah-olah kalau tidak bisa mengaji bukan orang Aceh namanya.

    Walaupun ada masyarakat Aceh yang lahir sebelum kemerdekaan Indonesia yang buta aksara latin, tapi mereka umumnya sangat lancar membaca huruf Arab dan Arab Jawi, ini menandakan budaya keilmuan telah berkembang di zaman dahulu sesuai dengan konteks yang ada pada masanya. Karena sebelum Belanda Menjajah Aceh, kitab yang berkembang pada masa itu adalah Arab jawi.




    Dalam kitab Syifaul Qulub, Syeikh Abdullah menuliskan:

    “Barangsiapa menolong ia akan orang yang alim yakni orang yang mengajar, atau menolong ia akan orang yang mutaallim, yakni orang yang belajar, jikalau adanya dengan qalam yang patah sekalipun, maka serasa-rasa ia berbuat ka’bah tujuh puluh kali (hadits)”.

    Kutipan-kutipan hadits seperti di atas telah menumbuhkan semangat infaq di kalangan masyarakat, sehingga banyak yang memberi sumbangan kepada lembaga pengajian agama, baik dalam bentuk uang maupun wakaf tanah. Sehingga dimana-mana dalam masyarakat sangat banyak didapatkan tanah wakaf yang dikelola oleh imum gampong selama masih menjabat dan mengajar Al-Quran untuk anak-anak.

    Hal yang sama juga kita dapatkan pada lembaga yang lebih tinggi seperti dayah yang sering dibangun di atas tanah wakaf, dan pembangunan juga dilakukan dengan sumbangan masyarakat sekitar, malah dalam waktu yang sangat lama dayah Aceh tidak mendapat dana dari pemerintah.

    Di samping pentingnya ilmu pengetahuan, Syekh Abdullah juga menekankan pentingnya memberi penghormatan kepada para ulama.

    “Siapa yang mempermuliakan ulama maka bahwasanya mereka itu pada Allah Ta’ala itu mulia ia (hadits)”.

    Pesan-pesan tersebut membentuk karakter masyarakat Aceh yang cinta ulama serta menghormati mereka.

    Apalagi dalam lembaga pendidikan seperti dayah rasa hormat kepada guru telah menjadi tatanan yang melekat erat bagi setiap santrinya. Bagi santri jika tidak hormat kepada guru akan dihantui oleh perasaan bersalah (ceumeureuka) dengan gurunya, dan itu akan sangat tabu bagi masyarakat Aceh.

    Penghormatan kepada ulama juga disebabkan karena keterlibatan masyarakat yang sangat tinggi dalam pengembangan pendidikan agama di Aceh, sehingga lulusan dari lembaga pendidikan tersebut juga mendapat tempat yang terhormat. Bagi masyarakat awam, lulusan dari lembaga pendidikan merupakan kader yang telah dibesarkan oleh mereka sendiri secara bersama-sama.

    Penghormatan kepada ulama yang telah mengakar tersebut menjadikan mereka sebagai pusat fatwa (peuneutoh) dalam berbagai persoalan sosial masyarakat.

    Adab dan Perilaku




    Adab lebih tinggi dari ilmu, demikian pemahaman masyarakat Aceh mengenai pentingnya adab dan sopan santun dalam kehidupan, adab itu sendiri berlaku bagi semua kalangan, baik masyarakat umum hingga ulama sekalipun.

    Adab di Aceh sudah menjadi tata krama yang mentradisi dari generasi ke generasi, sehingga melahirkan kondisi sosial masyarakat yang santun, lembut dan menghormati orang lain.

    Dalam dunia pendidikan juga sama, adab itu sangat dijunjung tinggi, seorang murid harus menghormati guru, demikian juga guru harus menghargai muridnya, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan harmonis dan bebas dari beban psikologis.

    Suasana penuh keakraban dapat kita lihat dalam lembaga pendidikan agama di Aceh, tidak pernah terjadi murid memprotes guru dengan cara yang tidak wajar apalagi demonstrasi tanpa kendali.

    Hal itu dapat kita baca dalam kitab karya Syeikh Muhammad anak dari Syeikh Khatib dalam kitabnya Dawaul Qulub yang juga merupakan salah satu kitab yang terkumpul dalam kitab Jam’u Jawami’ Al-Musannafat, karya Syeikh Ismail Bin Abdul Muthallib Al-Asyi.

    Syeikh Muhammad juga menekankan pentingnya penampilan seorang yang berilmu dalam masyarakat seperti style pakaian, dan tingkah laku. Berikut kutipannya:

    “Inilah khatimah pada menyatakan segala perbuatan yang tak dapat tiada bagi murid”.

    Disini syeikh Muhammad mengingatkan para murid agar tetap menjaga jati dirinya dimana pun berada, seperti menjaga pakaian agar sesuai sunnah Nabi saw., selalu mendahului dalam memberi salam kepada siapa pun, menyayangi semua orang tanpa pilih kasih, tidak berburuk sangka pada manusia walaupun ia bersifat fasiq sekalipun, tidak boleh menghina orang lanjut usia, serta selalu menuntut ilmu dimana pun berada.

    Perbedaan Mazhab




    Persoalan khilafiah sebenarnya sudah selesai bagi masyarakat Aceh, seperti perbedaan mazhab yang akhir-akhir ini sering dipertentangkan. Menurut ulama Aceh tempo dulu, mazhab yang dianut di Aceh adalah empat mazhab sekaligus, yaitu, mazhab Syafii, Hanbali, Maliki dan Hanafi. Keempat mazhab tersebut diakui kebenarannya dan dijadikan standar kompetensi para imam, mufti dan ulama di Aceh.

    Hal itu pula yang menyebabkan Aceh menjadi sentral peradaban Islam di Asia Tenggara kala itu, karena semua persengketaan dari lintas mazhab pun mampu diselesaikan disini.

    Malah pengakuan terhadap empat mazhab tersebut tertuang dalam konstitusi Aceh kala itu, Qanun Meukuta Alam Al-Asyi. Sebagaimana yang tercantum dalam kitab tazkirah Tabaqat, karya Tgk. Di Mulek:

    “Maka peganglah dengan sungguh-sungguh hati Qanun Meukuta Alam al-Asyi dari karena mengikuti… Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i (dan) Imam Hanbali. Dan empat mazhab itu semuanya tunduk kepada Syari’at Rasullullah saw. … Yakni berhimpun empat, yaitu Islam dan Iman dan Tauhid dan Makrifat, maka barulah bernama agama.

    Disni juga mencerminkan pemikiran mazhab ulama Aceh masa lalu yang multi mazhab dan toleran dengan dinamika persoalan umat. Bahkan mereka berani pindah mazhab jika suatu persoalan tidak bisa diselesaikan oleh salah satu mazhab.

    “Yaitu jika tiada boleh hukumnya dalam mazhab Imam Syafi’i, maka dicari hukumnya dalam mazhab Ahmad Imam Hanbali. Dan jika tiada hukumnya dalam mazhab Imam Hanbali, maka dicari hukumnya dalam mazhab Imam Malik. Dan jika tiada dalam mazhab Imam Malik, maka dicari hukumnya dalam mazhab Imam Abu Hanifah. Karena adalah Imam yang empat itu pangkat Mujtahid Mutlak yang sah dalam Ahlussunnah waljama’ah.

    Keragaman mazhab disini hanya terbatas pada empat mazhab saja karena masih dalam koridor ahlus sunnah wal jamaah sebagaimana yang ditegaskan oleh Tgk. Di Mulek. Malah pada masa Iskandar Muda di Aceh dibentuk mufti empat mazhab yang disebut dengan Syaikh Al-Islam supaya dapat mengakomodir semua pemasalahan umat.

    “Maka sebab itulah paduka Sri Sultan Sulaiman Meukuta Alam Iskandar Muda Perkasa Alam Syah mendirikan Mufti empat mazhab, yakni Syaikh al-Islam; Mufti Empat dalam negeri Aceh Darussalam. Karena menjaga dan memeliharakan hukum Syara’ Syari’at Rasulullah saw. dari kaum yang Tujuh Puluh Dua yang khianat kepada agama Islam.

    Dan maka jika alim ulama yang Ahlus-Sunnah Waljama’ah masuk ke dalam negeri Aceh dari luar negeri, maka dipermuliakannya oleh Sultan Iskandar Muda serta diberikan surat ber-Cap Sembilan dan diberikan tadah. Jika alim ulama itu bermukim dalam negeri Aceh. Dan jika ia musafir maka diberikan belanja sekedar mencukupi yaitu makanan dan pakaian. Dan jika pulang ia ke negeri di mana pun negerinya maka diberikan hadiahnya dan ongkos kapal dibayar oleh kerajaan Aceh.

    Disini disebutkan bahwa Iskandar Muda sangat hormat pada ulama berbagai mazhab ahlus sunnah wal jamaah, juga disediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Sehingga banyak terdapat ulama dari berbagai bangsa yang menetap dan ikut mengajar masyarakat Aceh.









    Teungku Di Lueng Keueng
    Abunek Krueng Kale
    Teungku Gle Payong
    Teungku Keuneu’eun
    Teungku Di Anjong
    Teungku Di Li -eue
    Teungku Lam Bhuek
    Teungku Di Jurong
    Teungku Lam Gut
    Teungku Di Bitai
    Teungku Gle Weueng
    Teungku Di Reuloh
    Teungku Di Blang
    Teungku Di Meugong
    Teungku Di Jabo
    Tuwan Di Pulo
    Teungku Lhok Pawoh
    Teungku Lhok Nibong
    Teungku Di Pu-uek
    Teungku Di Meuse
    Teungku Syekh Saman
    Syiah ‘Abdurrauf ( halaman 19 – 20 )
    Teungku Di Ulee Gle
    Teungku Awe Geutah
    Teungku Batee Badan
    Teungku Ulee Jurong ( sama dgn no. 8 di atas?)
    Teungku Di Bathoh
    Teungku Di Peulumat
    Teungku Pante Peulumat
    Teungku Tanoh Mirah
    Teungku Tanoh Abee
    Teungku Gunong Ijo
    Teungku Di Baet
    Teungku Bak Keureuma
    Teungku Di Cot Bak Goeh
    Tuwan Di Cantek
    Teungku Salah Nama
    Teungku Anoe Manyang
    Tuwan Pulo Angkasa
    Teungku Paya Duwa
    Teungku Di Gandrien
    Teungku Lam Guha ( gelar atau sekedar sebutan?)
    Teungku Lam Duson ( ada orangnya atau hanya sebutan?)
    Teungku Syik Krueng Kale ( sama dgn no. 2 di atas?)
    Teungku Batu Bara
    Teungku Di Aron ( halaman 142, 152 – 174 )

    Catatan: 1). Naskah asal Kitab Teungku Di Cucum yang berhuruf Arab Melayu atau Jawi alias Jawoe ini belum diberi nama/judul oleh pengarangnya. Teungku Di Cucum mempersilakan orang lain memberikan nama yang ‘bagus’ bagi karya beliau. Setelah selesai saya alih aksara ke huruf Latin pada Selasa, 25 Jumadil Akhir 1423 H/ 3 September 2002 M, pukul 15.00 Wib., hasil salinan itu saya beri judul sementara “Tambeh Gohna Nan”( Tambeh Belum Bernama). Tgk Di Cucum saya perkirakan hidup pada zaman awal kedatangan Belanda di Aceh. Banyak tanda-tanda zaman itu tersirat dalam kitab beliau “Tambeh Gohna Nan”.
    2). Dalam deretan lebih 40 Ulama Aceh itu, hanya Teungku Syik Krueng Kale satu-satunya yang bergelar Teungku Syik.
    3. Pertanyaan yang timbul, bagaimana kiprah dan sejarah dari para Ulama Aceh ini dan dimana kuburan beliau berada sekarang !!!?????.
    Bale Tambeh, 9 Desember 2011, T.A. S akti
    Kata Pengantar Tuwanku Raja Keumala: Ketika Menyalin Hikayat Akhbarul Karim


    47. Teungku Syekh Abbas Kuta Karang
    48. Teungku Muhammad Amin Dayah Cut
    49. Teungku Zainul Abidin
    50. Teungku Di Cot Plieng
    51. Teungku Pante Kulu
    52. Teungku Pante Ceureumen/Teungku Nyak Kob
    53. Tuwanku Raja Keumala
    ( Sumber: Kata Pengantar Tuwanku Raja Keumala: Ketika Menyalin Kitab Akhbarul Karim. Kisah lebih lanjut tentang karya-karya para Ulama Aceh ini dapat dibaca dalam blog tambeh/Bek Tuwo Budaya. Sejauh catatan yang saya baca, Tuwanku Raja Keumala hidup antara tahun 1880 – 1930 M. Kitab Akhbarul Karim selesai disalin beliau di kampung Kedah, Kuta Raja, Aceh Besar pada 18 Ramadhan 1337 H. Bale Tambeh, Sabtu, 10 Desember 2011 pkl 10.33 malam, T.A. Sakti ).
    Selanjutnya »
    Share To :
    FACEBOOK DIGG TWITTER GOOGLE+ LINTASKAN STUMBLEUPON

    BERKAT KEJUJURAN

    Posted by Unknown Posted on 18.52 with No comments

    Syeikh Abdul Kadir semasa berusia 18 tahun meminta izin ibunya merantau ke Baghdad untuk menuntut ilmu agama. Ibunya tidak menghalang cita-cita murni Abdul Kadir meskipun keberatan melepaskan anaknya berjalan sendirian beratus-ratus batu. Sebelum pergi ibunya berpesan supaya jangan berkata bohong dalam apa jua keadaan. Ibunya membekalkan wang 40 dirham dan dijahit di dalam pakaian Abdul Kadir. Selepas itu ibunya melepaskan Abdul kadir pergi bersama-sama satu rombongan yang kebetulan hendak menuju ke Baghdad.

    Dalam perjalanan, mereka telah diserang oleh 60 orang penyamun. Habis harta kafilah dirampas tetapi penyamun tidak mengusik Abdul Kadir kerana menyangka dia tidak mempunyai apa-apa. Salah seorang perompak bertanya Abdul Kadir apa yang dia ada. Abdul Kadir menerangkan dia ada wang 40 dirham di dalam pakaiannya. Penyamun itu hairan dan melaporkan kepada ketuanya. Pakaian Abdul Kadir dipotong dan didapati ada wang sebagaimana yang diberitahu.

    Ketua penyamun bertanya kenapa Abdul Kadir berkata benar walaupun diketahui wangnya akan dirampas? Abdul Kadir menerangkan yang dia telah berjanji kepada ibunya supaya tidak bercakap bohong walau apa pun yang berlaku. Apabila mendengar dia bercakap begitu, ketua penyamun menangis dan menginsafi kesalahannya. Sedangkan Abdul Kadir yang kecil tidak mengingkari kata-kata ibunya betapa dia yang telah melanggar perintah Allah sepanjang hidupnya. Ketua penyamun bersumpah tidak akan merompak lagi. Dia bertaubat di hadapan Abdul Kadir diikuti oleh pengikut-pengikutnya.


    Moral & Iktibar
    Selanjutnya »
    Share To :
    FACEBOOK DIGG TWITTER GOOGLE+ LINTASKAN STUMBLEUPON

    Sang Srikandi Cut Nyak Dhien

    Posted by Unknown Posted on 18.22 with No comments


    Cut Nyak Dhien (Lampadang, 1848 – 6 November 1908, Sumedang, Jawa Barat; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh.

    Kehidupan Awal
    Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Lampadang, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati,perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18, dimana Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Karena itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien adalah keturunan Minangkabau[1][2]. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.
    Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.[2] Sewaktu kecil, ia memperoleh pendidikan pada bidang agama yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama, rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari) yang dididik baik oleh orang tuanya. Dan juga, banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Sehingga pada usia 12 tahun, dia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga[3][2], putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

    Perlawanan saat Perang Aceh
    Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citdadel van Antwerpen. Sehingga meletuslah Perang Aceh. Perang pertama (1873-1874), yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Kohler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen dibawah pimpinan Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Cut Nyak Dhien yang melihat hal ini berteriak:
    “ Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?.[2]
    ”
    Saat itu, Kesultanan Aceh dapat memenangi perang ini. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan. Dan Kohler tewas tertembak pada April 1873.

    Namun pada perang kedua (1874-1880), dibawah pimpinan Jenderal Van Swieten. Daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875, dimana suaminya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Namun, Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda. Setelah itu, Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Tadinya Cut Nyak Dhien menolak, namun karena Teuku Umar mempersilahkannya untuk ikut bertempur dalam medan perang. Cut Nyak Dien akhirnya menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kapke Ulanda (Belanda Kafir).

    Pada saat Perang ketiga (1881-1896) meletus, perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Hal buruk terjadi untuk Aceh, Teuku Umar mulai mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Cut Nyak Dhien dan rakyat Aceh khawatir akan hal ini, sampai Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.[2] Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Tapi, ia masih terus berhubungan dengan Belanda. Dan juga, pada saat orang Belanda datang ke rumahnya, Cut Nyak Dhien selalu menyingkir dari situ. Lalu pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada Belanda. Lalu, Belanda memberi Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan. Teuku Umar mengikuti perintah Belanda dengan merebut daerah pejuang Aceh. Namun, akhirnya Teuku Umar menunjukan bahwa dia hanya menipu Belanda dalam sandiwara untuk mendapatkan senjata-senjata dengan mengkhianatinya saat ia dan pasukannya diberi senjata oleh Belanda. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (penghianatan Teuku Umar). Akibat dari penghianatan ini, Belanda mencabut gelarnya dan membakar rumahnya. Dan Belanda terus mengejar keberadaannya, sampai Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Dan akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Karena hal ini, Cut Nyak Dien memimpin pasukan pada usianya yang ke 50 tahun melawan Kapke Ulanda (Belanda Kafir).
    Pada Perang keempat (1896-1910), Cut Nyak Dien memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Tetapi, tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok. Selain itu jumlah pasukannya terus berkurang, dan sulitnya memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya. Sehingga, salah satu pasukannya bernama Pang Laot melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien pada Belanda karena iba.[4] Lalu, segera, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien. Sebelum ditangkap, Cut Nya Dien mengambil rencong dan hendak membunuh Pang Laot dengan rencong, namun aksinya berhasil dihentikan oleh Belanda.

    Meninggal
    Setelah tertangkap, ia dibawa ke Banda Aceh dan ia dirawat disitu. Penyakitnya berangsur-angsur sembuh. Namun, karena Belanda takut kehadirannya membuat semangat perlawanan, selain itu karena terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk, akhirnya Belanda kesal dan akhirnya ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Akhirnya pada tanggal 6 November 1908, ia meninggal karena usianya yang sudah tua. Karena perjuangannya, Cut Nyak Dien dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Penobatan tersebut dikuatkan dengan SK Presiden RI No.106 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964.
    Selanjutnya »
    Share To :
    FACEBOOK DIGG TWITTER GOOGLE+ LINTASKAN STUMBLEUPON

    Teuku Umar

    Posted by Unknown Posted on 18.17 with No comments


    1. Riwayat Hidup

    Aceh merupakan salah satu wilayah yang memiliki peran sangat besar terhadap perjuangan dan kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah. Di tanah ini, banyak muncul pahlawan-pahlawan nasional yang sangat berjasa, tidak hanya untuk rakyat Aceh saja tapi juga untuk rakyat Indonesia pada umumnya. Salah satu pahlawan tersebut adalah Teuku Umar. Ia dilahirkan pada tahun 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di Meulaboh, Aceh Barat, Indonesia. Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899.

    Kakek Teuku Umar adalah keturunan Minangkabau, yaitu Datuk Makdum Sati yang pernah berjasa terhadap Sultan Aceh. Datuk Makdum Sati mempunyai dua orang putra, yaitu Nantan Setia dan Achmad Mahmud. Teuku Achmad Mahmud merupakan bapak Teuku Umar.
    Ketika perang aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, padahal umurnya baru menginjak19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri yang kemudian dilanjukan ke Aceh Barat. Pada umur ini, Teuku Umar juga sudah diangkat sebagai keuchik (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
    Kepribadiaan Teuku Umar sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
    Pernikahan Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika umurnya sudah menginjak usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Sejak saat itu, ia mulai menggunakan gelar Teuku. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya adalah anak perempuan bernama Cut Gambang yang lahir di tempat pengungsian karena orang tuanya tengah berjuang dalam medan tempur.
    Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku Umar sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.
    Saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar sebenarnya pernah menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura. Sebab, sebelumnya Teuku Umar telah memberitahukan terlebih dahulu kepada para pejuang Aceh. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan kanannya akhirnya dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban Teijn.
    Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar. Dengan kekuatan yang semakin bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang berbalik kembali membela rakyat Aceh. Siasat dan strategi perang yang amat lihai tersebut dimaksudkan untuk mengelabuhi kekuatan Belanda pada saat itu yang amat kuat dan sangat sukar ditaklukkan. Pada saat itu, perjuangan Teuku Umar mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud yang bersama 400 orang ikut menghadapi serangan Belanda. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang luka-luka di pihak Belanda.
    Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat yang dilakukan Teuku Umar. Van Heutsz diperintahkan agar mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke daerah Melaboh menyebabkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam medan perang, yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh pada tanggal10 Februari 1899.
    2. Pemikiran
    Sejak kecil, Teuku Umar sebenarnya memiliki pemikiran yang kerap sulit dipahami oleh teman-temannya. Ketika beranjak dewasa pun pemikirannya juga masih sulit dipahami. Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik Teuku Umar yang berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk “kerumitan” pemikiran dalam dirinya. Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran Teuku Umar tentang taktik kepura-puraan tersebut. Meski demikian, yang pasti bahwa taktik dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran kolonial Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku Umar memandang bahwa “cara yang negatif” boleh-boleh saja dilakukan asalkan untuk mencapai “tujuan yang positif”. Jika dirunut pada konteks pemikiran kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih dekat dengan komunisme yang juga menghalalkan segala cara. Semangat perjuangan Teuku Umar dalam menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong pemikiran semacam itu.
    3. Karya
    Karya Teuku Umar dapat berupa keberhasilan dirinya dalam menghadapi musuh. Sebagai contoh, pada tanggal 14 Juni 1886, Teuku Umar pernah menyerang kapal Hok Centon, milik Belanda. Kapal tersebut berhasil dikuasai pasukan Teuku Umar. Nahkoda kapalnya, Hans (asal Denmark) tewas dan kapal diserahkan kepada Belanda dengan meminta tebusan sebesar 25.000 ringgit. Keberanian tersebut sangat dikagumi oleh rakyat Aceh. Karya yang lain adalah berupa keberhasilan Teuku Umar ketika mendapatkan banyak senjata sebagai hasil dari pengkhianatan dirinya terhadap Belanda.
    4. Penghargaan
    Berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973, Teuku Umar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air, salah satunya yang terkenal adalah terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama sebuah lapangan di Meulaboh, Aceh Barat.
    Selanjutnya »
    Share To :
    FACEBOOK DIGG TWITTER GOOGLE+ LINTASKAN STUMBLEUPON
    Postingan Lama

    Popular Posts

    • Buku “ACEH SEPANJANG ABAD
      Buku “ACEH SEPANJANG ABAD” Buku Aceh Sepanjang Abad Jilid I/II Jika Anda salah seorang penikmat sejarah Aceh, maka tidaklah as...
    • Syekh Abdurrauf Bin Alfanshuri
      Syekh Abdurrauf Bin Alfanshuri                    Beliau adalah Syekh Abdurrauf Bin Ali Alfanshuri / Syiah Kuala...
    • Hadih Maja {Peribahasa Aceh}
      Hadih Maja {Peribahasa Aceh} 0001. ADAT BAK PO TEUMEUREUHON, HUKOM BAK SYIAH KUALA, KANUN BAK PUTROE PHANG, REUSAM BAK LAKSAMANA...
    • Jenis-Jenis Tipe Data Java
      Jenis-Jenis Tipe Data Java 1. Apakah Variable itu? Program melakukan manipulasi data yang disimpan dalam memori. Dalam bahasa mes...
    • Di Ulee Kareng Ada Masjid Dari Abad 18
      Di Ulee Kareng Ada Masjid Dari Abad 18! (Bag. 2) Saya heran, ketika bus yang saya tumpangi Jelajah Budaya Aceh  berhenti dide...
    • Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil, Ni’mal Maula Wa Ni’man Nashir
      Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh حسبن الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil, Ni’mal Maula Wa Ni’ma...
    • sejarah sukee 300
      Sukee lhee reuthoh bak aneuk drang, Sukee ja sandang jeura haleuba, Sukee tok bate na bacut bacut, Sukee imuem peut yang gok-gok donya, se...
    • CARA SETTING MIKROTIK DASAR
      CARA SETTING MIKROTIK DASAR Postingan kali ini saya ingin membahas CARA SETTING MIKROTIK DASAR. Sa'at masih SMK dulu sempet bela...
    • Perbedaan BackTrack GNOME dan KDE
      Perbedaan BackTrack GNOME dan KDE Gambar dari linuxuser.co.uk Banyak pengguna BackTrack binggung saat memutuskan untuk meng...
    • Nama Para Ulama Atjeh
      Berkembangnya ilmu pengetahuan di Aceh pada masa terdahulu tidak terlepas dari peran ulama. Mereka berperan penting dalam mensosialisasika...
    | Security | Multimedia | System Tuning | Developer | Games | Tools | Converted | Browser | Messanging | File Sharing | Desktop | Office | Compress |
    Copyright © 2013. . - All Rights Reserved
    Designed By ZuLThinK And Free Responsive Themes
    Proudly Powered By Blogger